Pendidikan
Pendidikan dalam arti luas adalah segala pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala hal lingkungan dan sepanjang hidup atau segala
situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu.
Pendidikan dalam arti sempit
adalah sekolah atau pengajaran yang diselenggarakan disekolah sebagai
lembaga pendidikan formal .Pendidikan adalah segala pengaruh yang
diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya
agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap
hubungan-hubungan serta tugas sosial mereka.
Sedangkan pendidikan menurut definisi alternatif atau luas terbatas
adalah usaha dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan
pemerintahan , melalui kegiatan bimbingan, pengjaran yang berlangsung
disekolah dan luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta
didik agar dapat memainkan peranan hidup sekarang atau yang akan
datang.Pendidikan atau pengalaman belajar yang terprogram dalam bentuk
pendidikan formal dan non formal serta informasi disekolah maupun luar
sekolah yang berlangsung seumur hidup bertujuan optimalisasi
pertimbangan kemampuan individu agar kemudian hari dapat memainkan
peranan hidup secara tepat[1].
Hakekat Pendidikan
a. Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan
antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik.
b. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan yang
mengalami perubahan yang semakin pesat.
c. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupoan pribadi dan masyarakat.
d. Pendidikan berlangsung seumur hidup.
e. Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan
dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya[2].
Pentingnya filasafat dalam ilmu pendidikan
Terdapat
cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada
pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau seyogyanya tidak
dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu. Misalnya: apakah yang dimaksud
dengan pengetahuan, dan/atau ilmu? Dapatkah kita bergerak ke kiri dan
kanan di dalam ruang tetapi tidak terikat oleh waktu? Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sekitar pendidikan dan ilmu pendidikan.
Landasan
filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya
merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta
melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus dibentuk bukan
hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan,
psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan
tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta
pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan.
Pedagogik bersifat filosofis dan empiris. Berfikir filosofis pada satu
sisi dan di pihak lain pengalaman dan penyelidikan empiris berjalan
bersama-sama. Pedagogik mewujudkan teori tindakan yang
didahului dan diikuti oleh berfikir filosofis. Dalam berfikir filosofis
tentang data normative pedagogic didahului dan diikuti oleh oleh
pengalaman dan penyelesaikan empiris atas fenomena pendidikan. Itulah
fenomena atau gejala pendidikan secara mikro.
Tetapi ilmu pendidikan harus sedapat mungkin melakukan pengumpulan datanya sendiri langsung dari fenomena pendidikan, baik oleh partisipan-pengamat (ilmuwan) ataupun oleh pendidik sendiri yang juga biasa melakukan analisis apabila situasi itu memaksanya harus bertindak kreatif. Tentu saja untuk itu diperlukan prasyarat penguasaan atas sekurang-kurangnya satu ilmu Bantu yaitu filsafat umum.
Kajian Filsafat Ilmu Pendidikan
Baiklah sekarang kita lihat dasar-dasaar filsafah keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan[3].
1. Kajian ontologis ilmu pendidikan
Pertama-tama panda latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapokan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik (good citizenship atau kewarganegaraan yang sebaik-baiknya).
2. Kajian epistemologis ilmu pendidikan
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namun telaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin stui empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya.
Tetapi ilmu pendidikan harus sedapat mungkin melakukan pengumpulan datanya sendiri langsung dari fenomena pendidikan, baik oleh partisipan-pengamat (ilmuwan) ataupun oleh pendidik sendiri yang juga biasa melakukan analisis apabila situasi itu memaksanya harus bertindak kreatif. Tentu saja untuk itu diperlukan prasyarat penguasaan atas sekurang-kurangnya satu ilmu Bantu yaitu filsafat umum.
Kajian Filsafat Ilmu Pendidikan
Baiklah sekarang kita lihat dasar-dasaar filsafah keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan[3].
1. Kajian ontologis ilmu pendidikan
Pertama-tama panda latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapokan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik (good citizenship atau kewarganegaraan yang sebaik-baiknya).
2. Kajian epistemologis ilmu pendidikan
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namun telaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin stui empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya.
Karena
penelitian tertuju tidak hnya pemahaman dan pengertian (verstehen,
Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk mencapai kearifan
(kebijaksanaan atau wisdom) tentang fenomen pendidikan maka validitas
internal harus dijaga betul dalm berbagai bentuk penlitian dan
penyelidikan seperti penelitian koasi eksperimental, penelitian
tindakan, penelitian etnografis dan penelitian ex post facto. Inti dasar
epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskaan
objek formalnya, telaah ilmu pendidikan tidaak hanya mengembangkan ilmu
terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan
sebgaai ilmu otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau problematika
sendiri sekalipun tidak dapat hnya menggunkaan pendekatan kuantitatif
atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan demikian
uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara
koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall
&Buchler,1942).
3. Kajian aksiologis ilmu pendidikan
Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek mmelalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Implikasinya ialah bahwa ilmu pendidikan lebih dekat kepada ilmu perilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-sayunyaa metode ilmiah (Kalr Perason,1990).
4. Kajian antropologis ilmu pendidikan
Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalaam upaayanya belajr mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya. Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas (2) individualitas (3) moralitas dasar antropologis (4) religiusitas.
Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek mmelalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Implikasinya ialah bahwa ilmu pendidikan lebih dekat kepada ilmu perilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-sayunyaa metode ilmiah (Kalr Perason,1990).
4. Kajian antropologis ilmu pendidikan
Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalaam upaayanya belajr mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya. Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas (2) individualitas (3) moralitas dasar antropologis (4) religiusitas.
Pedagogik sebagai ilmu murni menelaah fenomena pendidikan
Sebaliknya
ilmu pendidikan khususnya pedagogic (teoritis) adalah ilmu yang
menyusun teori dan konsep yang praktis serta positif sebab setiap
pendidik tidak boleh ragu-ragu atau menyerah kepada keragu-raguan
prinsipil. Hal ini serupa dengan ilmu praktis lainnya yang mikro dan
makro. Seperti kedokteran, ekonomi, politik dan hukum. Oleh karena itu
pedagogic (dan telaah pendidikan mikro) serta pedagogic praktis dan
andragogi (dan telaah pendidikan makro) bukanlah filsafat pendidikan
yang terbatas menggunakan atau menerapkan telaah aliran filsafat
normative yang bersumber dari filsafat tertentu. Yang lebih diperlukan
ialah penerapan metode filsafah yang radikal dalam menelaah hakikat
peserta didik sebagai manusia seutuhnya.
Implikasinya jelas bahwa batang tubuh (body of knowledge) ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya secara mikro mencakup :
· Relasi esame manusia sebagai pendidik dengan terdidik (person to person relationship)
· Pentingnya ilmu pendidikan memepergunakan metode fenomenologi secara kualitatif.
· Orang dewasa yang berpran sebagai pendidik (educator)
· Keberadaan anak manusia sebagai terdidik (learner, student)
· Tujaun pendidikan (educational aims and objectives)
· Tindakan dan proses pendidikan (educative process), dan
· Lingkungan dan lembaga pendidikan (educational institution)[4]
Itulah
lingkup pendidikan yang mikroskopis sebagai hasil telaah ilmu murni
ilmu pendidikan dalam arti pedagogic (teoritis dan sistematis).
Mengingat pendidikan juga dilakukan dalam arti luas dan makroskopis di
berbagai lembaga pendidikan formal dan non-formal, tentu petugas tenaga
pendidik di lapangan memerlukan masukan yang berlaku umum berupa rencana
pelajaran atau konsep program kurikulum untuk lembaga yang sejenis.
Oleh karena itu selain pedagogic praktis yang menelaah ragam pendidikan
diberbagai lingkungan dan lembaga formal, informal dan non-formal
(pendidikan luar sekolah dalam arti terbatas, dengan begitu, batang
tubuh diatas tadi diperlukan lingkupnnya sehingga meliputi:
· Konteks sosial budaya (socio cultural contexs and education)
· Filsafat pendidikan (preskriptif) dan sejarah pendidikan (deskriptif)
· Teori, pengembangan dan pembinaan kurikulum, serta cabang ilmu pendidikan lainnya yang bersifat preskriptif.
· Berbagai studi empirik tentang fenomena pendidikan
· Berbagai studi pendidikan aplikatif (terapan) khususnya mengenai pengajaran termasuk pengembangan specific content pedagogy.
|
|
|
|
Kesimpulan
Jadi pedogogik menrupakan pengetahuan praktis dan filsafat merupakan pengetahuan teoritis dalam pendidikan. Kajian Filsafat Ilmu Pendidikan
Baiklah sekarang kita lihat dasar-dasaar filsafah keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan.Dan ilmu pendidikan merupakan pengembangan dari suatu fenomena yang diteliti oleh para pendidik professional demi meningkatkan mutu pendidikan.Oleh sebab itu filsafat merupakan dasar ilmu pedogogik karena mencakup aspek yang luas dalam pendidikan baik pengetahuan umum dan sosial.
Baiklah sekarang kita lihat dasar-dasaar filsafah keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan.Dan ilmu pendidikan merupakan pengembangan dari suatu fenomena yang diteliti oleh para pendidik professional demi meningkatkan mutu pendidikan.Oleh sebab itu filsafat merupakan dasar ilmu pedogogik karena mencakup aspek yang luas dalam pendidikan baik pengetahuan umum dan sosial.
Daftar Pustaka
Mudhaharjo, Redjo, Pengantar Pendidikan ,Rajawali Pres,Jakarta 2002
Langeveld, MJ, (l955), Pedagogik Teoritis Sistematis (terjemahan), Bandung, Jemmars
Nunu Heryanto,Makalah Falsafah Sains (PPs 702), Program Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor, Maret 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar